}
"Mari Mengenal Nabi Muhammad Saw dan Sahabat Nabi Muhammad Saw Lebih Dekat Dengan Membaca dan Meneladani Kisah Hidup Mereka, Agar Kita Dapat Menjalankan Kehidupan Yang Lebih Baik Sesuai Tuntunan Nabi Muhammad Saw Dan Para Sahabat Beliau."

Sahabat Nabi Muhammad Saw Sang Panglima Perang Muslim

Masuk Islamnya Sahabat Nabi Muhammad Saw Sang Panglima Perang Muslim

Khalidbin Walid R.a adalah seorang sahabat Nabi Muhammad Saw yang ahli dalam peperangan, dan dikenal dengan nama Saifullah, Pedang Allah. Mungkin ia tidak bisa ‘sepenuhnya’ disebut sebagai sahabat Muhajirin, namun demikian ia telah memeluk Islam sebelum terjadinya Fathul Makkah. Tidak ada suatu pertempuran yang dipimpinnya kecuali ia memperoleh kemenangan, termasuk ketika ia masih musyrik.
Kisah Sahabat Nabi Muhammad Saw Khalid Bin Walid
Sahabat Nabi Muhammad Saw Khalid Bin Walid
Khalid bin Whalid lah yang menjadi ‘kunci kemenangan’ pasukan kafir Quraisy pada perang Uhud, padahal sebelumnya mereka telah kocar-kacir dan berada di ambang kekalahan.

Ketika Rasulullah Saw berniat umrah ke Makkah, yang berakhir dengan Perjanjian Hudaibiyah, Khalid bin Walid lah yang memimpin pasukan berkuda kaum Quraisy untuk menghalangi kedatangan Rasulullah Saw tersebut.


Kedua golongan bertemu di Usfan, Rasulullah Saw dan Para Sahabat berhenti untuk melakukan shalat Dhuhur di hadapan pasukan berkuda Khalid pada jarak tertentu, kemudian beliau melanjutkan dengan shalat Ashar dengan cara shalat Khauf.

Sebenarnya Khalid Bin Whalid sudah berniat untuk menyerang pasukan muslim, tetapi niat itu tidak dilakukannya. Khalid sadar, selama beberapa kali pertempuran melawan pasukan muslim ia tidak pernah menang, walaupun sembap membuat pasukan muslimin kualahan seperti yang terjadi di perang Uhud. 

Setelah selesai shalat, ternyata Rasulullah Saw memutuskan untuk memilih jalan sebelah kanan sehingga tidak bertemu dengan pasukan berkuda Khalid. Melihat hal itu, Khalid berkata dalam hati, "Lelaki itu (Nabi Saw) sedang dihalangi…"

Khalidbin Walid adalah seorang ahli strategi, karenanya ia sadar bahwa perjanjian Hudaibiyah lebih merupakan kekalahan bagi kaum kafir Quraisy daripada kemenangan. Memang sekilas tampak golongan musyrik Quraisy Makkah lebih diuntungkan daripada kaum Muslimin Madinah, seperti juga persepsi sebagian besar kaum muslimin, termasuk Salah seorang Sahabat Nabi Muhammad Saw yang utama Umar bin Khaththab R.a. Tetapi tidak di mata Khalid bin Walid.

Khalid Bin Whallid berfikir keras mengenai hal ini dan berkata kepada dirinya sendiri, "Apa lagi yang masih tersisa? Kepada Najasyi? Sesungguhnya ia telah mengikuti Muhammad, dan para sahabat Nabi Muhammad Saw berada di sisinya dalam keadaan aman. Haruskah aku menyertai Hiraqla dan mengikuti agama Nashrani? Atau memeluk Yahudi lalu hidup di kalangan orang-orang 'ajam?"

Dalam fikiran seperti itu Khalid Bin Whalid tidak dapat mengambil keputusan yang baik, dan akhirnya dia tetap tinggal bersama kaumnya. Setahun kemudian, ketika Nabi Saw melakukan umrah Qadhiyyah, umrah pengganti yang dihalangi oleh kaum Quraiys sebelumnya, Khalid bin Whalid menyembunyikan diri karena tidak ingin menyaksikan kedatangan para Sahabat Nabi Muhammad Saw beserta junjungannya, yang sebagian dari mereka masih kerabatn dengan Khalid Bin Whalid.

Walid bin Walid, salah satu saudaranya yang telah memeluk Islam dan menjadi Sahabat Nabi Muhammad Saw berusaha mencarinya, tetapi tidak berhasil menemukan Khalid. karena tidak dapat menemukan Khalid akhirnya Ia memutuskan untuk meninggalkan surat untuk Khalid.

Dalam suratnya itu, Walid menceritakan kalau Rasulullah Saw menanyakan keberadaannya, beliau juga menyatakan keheranannya karena orang cerdas seperti Khalid belum bisa melihat nilai kebenaran Islam. Walid menceritakan bahwa Nabi Saw bersabda tentang dirinya, "Orang seperti dia masih tidak tahu tentang Islam? Jika ia berusaha dengan gigih dan menggunakan kemampuan perangnya untuk membantu orang Islam, tentu itu lebih baik baginya. Dan kami akan mendahulukannya sebelum yang lainnya."

Surat dari Walid ini seolah menjadi jalan keluar dari kebimbangannya selama ini, ada kegairahan untuk segera memeluk Islam. Ia pun bermimpi, seolah-olah berada di suatu negeri yang sangat sempit dan gersang, kemudian ia keluar menuju suatu negeri yang subur menghijau dan sangat luas. Ia membenarkan mimpinya ini dan menganggapnya sebagai perintah untuk pergi ke Madinah menemui Saudaranya yang merupakan Sahabat Nabi Muhammad Saw untuk meminta dipertemukan dengan Nabi Saw dan berbaiat kepada beliau.

Khalid pun akhirnya memutuskan untuk pergi ke Madinah, Perjalanan ke Madinah tidaklah mudah untuk ditempuh sendirian, karena itu ia memerlukan seorang teman perjalanan yang sepemahaman, yang sekaligus bersedia untuk memeluk Islam.

Khalid memilih seorang diantara teman dekatnya, pertama ia mengajak Shafwan bin Umayyah, tetapi Shafwan menolak dengan penolakan yang kuat, bahkan ia berkata, "Jika tiada siapapun lagi yang tersisa kecuali aku, pasti aku tidak akan mengikutinya selama-lamanya."

Khalid dapat memaklumi karena bapak dan saudaranya terbunuh di perang Badar, sehingga ia begitu dendam kepada Nabi Saw. Begitu dendamnya hingga ia pernah "membiayai" Umair bin Wahb untuk membunuh Nabi Saw setelah perang Badr selesai, tetapi makarnya ini justru membawa Umair bin Wahb masuk Islam.

Baca Juga : 

  1. Kisah Sahabat Nabi  Saw Abu Bakar
  2. Kisah Sahabat Nabi Saw Ali bin Abi Thalib
  3. Kisah Sahabat Nabi Saw Umar Bin Khatab
  4. Kisah Sahabat Nabi Saw Saad Bin Abi Waqqash

Kemudian Khalid menghubungi Ikrimah bin Abu Jahal, tetapi iapun memberikan jawaban yang kurang lebih sama dengan Shafwan. Khalid minta pada Ikrimah untuk merahasiakan niatnya ini dari orang-orang Quraisy, dan Ikrimah menyetujuinya. Akhirnya ia memutuskan untuk berangkat sendiri.

Ketika sedang mempersiapkan perbekalan dan tunggangannya, ia melihat salah seorang sahabatnya yang lain, Utsman bin Thalhah. Ia ingin memberitahukan niatnya, tetapi sempat ragu-ragu karena seperti halnya Shafwan dan Ikramah, banyak saudaranya yang terbunuh ketika berperang melawan Nabi Saw.

Bagaimanapun juga ia sudah dalam proses keberangkatan, karena itu tidak ada salahnya ia memberitahukannya pada Utsman. Maka Khalid menceritakan apa yang dirasakannya dan juga keputusannya untuk memeluk Islam, sebagaimana yang disampaikan pada Shafwandan Ikramah, dan ia mengajak Utsman memeluk Islam dan menemaninya menjumpai Nabi Saw di Madinah. Di luar dugaan, ternyata Utsman menyambut ajakan Khalid ini. Mereka membuat janji untuk bertemu besok paginya di Ya'juj, sekitar 8 mil di luar kota Makkah.

Khalid meninggalkan rumah ketika waktu sahur dan telah sampai di Ya'juj sebelum fajar, Utsman pun telah menunggunya. Mereka meneruskan perjalanan, dan beristirahat sesampainya di Haddah. Tak lama berselang datang seorang penunggang unta mendekat, yang ternyata 'Amr bin 'Ash. Ketiga orang ini ternyata mempunyai tujuan yang sama, bahkan 'Amr bin 'Ash telah menyatakan Islam di hadapan Najasyi, Raja Habasyah. Merekapun bersama -sama menuju Madinah menemui Nabi Saw.

Sesampainya di Harrah, di luar kota Madinah, mereka menambatkan ontanya dan Khalid berganti pakaian dengan pakaian yang terbaik dan berangkat menemui Rasulullah Saw. Walid bin Walid, adik Khalid yang telah menunggunya, berkata, "Bersegeralah, sesungguhnya Rasulullah telah diberitahu tentang kedatangan kalian dan beliau sangat gembira. Beliau telah menunggu kedatangan kalian."

Mereka bertiga mempercepat langkah menuju masjid dimana Nabi Saw telah menunggu. Khalid mengucap salam pada beliau, setelah dijawab, ia langsung mengucap syahadat sebagai ba'iat keislamannya. Nabi bersabda, "Marilah !! Segala puji bagi Allah yang telah memberikan hidayah kepadamu, sungguh aku telah melihat engkau sebagai orang yang berakal cerdik, dan aku berharap akalmu tidak akan mengantarkanmu kecuali kepada kebaikan semata!"

Khalid berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku telah terlibat dengan beberapa pertempuran melawan engkau dengan penuh penentangan, hendaknya engkau memohonkan ampun kepada Allah atas semua itu!"

Nabi Saw pun mendoakan dan memohonkan ampunan untuk Khalid seperti yang dimintanya. Setelah itu menyusul 'Amr dan Utsman menghadap Nabi Saw menyatakan ba'iat keislamannya.


Peperangan Sahabat Nabi Muhammad Saw Khalid bin Walid Dalam Membela Islam

Pembebasan Tanah Irak

Setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala mengaruniakan kemenangan pada kaum muslimin dalam memerangi orang-orang murtad dan orang yang enggan membayar zakat, Abu Bakar ash-Shiddiq menyadari bahwa bahaya besar yang selalu mengancam daulah Islam yang berada di perbatasan wilayah muslimin, yaitu Persia di Irak dan Romawi di daerah Syam. Oleh karena itu, ash-Shiddiq segera memerintahkan saifullah Khalid bin Walid untuk berangkat bersama pasukannya menuju Irak.


Sang panglima Islam pun berangkat ke Irak. Ia mulai dengan operasi mengirim surat kepada seluruh gubernur bawahan Kisra dan wakil-wakilnya di berbagai kota dan pelosok daerah Irak. Ia ajak mereka kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan masuk ke dalam Islam. Jika tidak mau, mereka mesti membayar jizyah atau pilihan terakhir yaitu perang.

Mata-mata yang disebarkannya di berbagai tempat melaporkan tentang jumlah pasukan yang sangat banyak yang telah disiapkan oleh pemimpin-pemimpin Persia di Irak. ‘Pedang Allah yang terhunus’ tidak menyia-nyiakan waktunya. Ia segera mempersiapkan pasukannya untuk menghancurkan kebatilan dan seolah-olah bumi dilipatkan untuknya secara sangat menakjubkan.
Dari pertempuran Dzat as-Salasil dan terbunuhnya Hurmuz – seorang panglima pasukan perisa– di tangan Khalid bin Walid menuju pertempuran al-Madzar, lalu pertempuran al-Walijah, pertempuran Ullais, pertempuran Umighyasyiyya, kemudian penaklukan al-Hirah –ibu kota Persia di Irak– lalu pertempuran al-Anbar, pertempuran Ain at-Tamar, lalu menaklukkan Daumat Jandal di mana rajanya melanggar perjanjian yang telah disepakati bersama Rasulullah Saw, kemudian pertempuran Khanafis, pertempuran al-Hashid, pertempuran al-Mudhayyah, dan pertempuran al-Firadh.
Setiap saifullah, Khalid bin Walid, meraih satu kemenangan yang membanggakan seluruh kaum muslimin, ia segera disambut oleh kemenangan lain yang lebih besar dan lebih hebat. Belum sempat Persia bangun dari sebuah kekalahan telak, mereka kembali menderita kekalahan yang jauh lebih telak dan menyakitkan di hadapan pahlawan Islam yang tak terkalahkan.
Khalid bin Walid mengirim kabar gembria dan memberikan seperlima dari harta rampasan perang kepada Abu Bakar ash-Shiddiq. Ash-Shiddiq sangat gembira mendapat kabar tersebut. Lalu ia berkhotbah di depan para sahabat Nabi Muhammad Saw yang lain sambil memuji dan mengakui kejeniusan Khalid bin Walid dalam strategi perang yang luar biasa, dan ash-Shiddiq lebih tahu dengan tokoh-tokoh yang telah ditunjuknya. Ia berkata, “Wahai sekalian kaum Quraisy, sesungguhnya ‘singa’ kalian telah mengalahkan singa yang sesungguhnya, lalu ia merobek-robek dagingnya. Tak akan ada lagi wanita yang mampu melahirkan sosok seperti Khalid bin Walid.”

Kemenangan Dalam Perang Yarmuk

Pada Saat itu Seluruh pasukan muslimin sedang berkumpul dibawah komando Khalid bin Walid R.a. ditengah - tengah pasukan yang sedang berkumpul Sahabat Nabi Muahmmad Saw ini berpidato di depan mereka, “Sesungguhnya ini adalah satu hari di antara hari-hari Allah, tidak sepantasnya ada kesombongan dan kezaliman. Ikhlaskan niat jihad kalian dan tujuan Allah Swt dengan amal kalian!”.
Setelah berpidato sepertiitu, Khalid Bin Walid memegang tali kekang kudanya dan mengangkat panji tinggi-tinggi seraya meneriakan kata jihad, “Allahu akbar! Bertiuplah angin surga.”
Peperangan berlangsung dengan sangat sengitnya. Tak ada bandingnya. Pasukan Romawi terjun berpeleton-peleton bagaikan gunung. Mereka menghadapi perlawanan dari kaum muslimin yang tidak mereka duga-duga sebelumnya. 
Pasukan muslimin memperlihatkan potret perjuangan dan pengorbanan yang sangat mencengangkan dari prajurit-prajurit yang berani mengorbankan jiwa mereka dan juga dari kekokohan semangat mereka. Pertempuran Yarmuk telah menjadi arena yang jarang ditemukan bagi para fida’iy (prajurit yang berani mati syahid).
Kejeniusan Khalid telah membuat pemimpin dan komandan-komandan pasukan Romawi tidak berdaya. Hal itu membuat salah seorang di antara mereka bernama Jurjah/George memutuskan untuk mengundang Khalid pada saat istirahat perang.
Ketika keduanya sudah bertemu, komandan pasukan Romawi itu bertanya kepada Khalid, “Wahai Khalid, jawablah dengan jujur dan jangan berbohong karena seorang yang merdeka tidak akan berbohong dan jangan pula engkau tipu aku karena seorang yang mulia tidak akan menipu orang yang berharap secara baik-baik. Demi Allah, apakah Allah pernah menurunkan sebuah pedang dari langit kepada Nabi-Nya lalu diberikannya kepadamu sehingga setiap kali engkau hunuskan pada suatu kaum engkau pasti bisa mengalahkannya?”
Mendengar hal itu Khalid menjawab, “Tidak.”
“Kalau demikian, kenapa engkau dijuluki pedang Allah?”
“Sesungguhnya Allah Swt telah mengutus Nabi-Nya pada kami lalu ia menyeru kami, tapi kami lari dan menjauh darinya. Kemudian sebagian dari kami memercayai dan mengikutinya dan sebagian lagi menjauh dan mendustakannya.
Mulanya aku termasuk yang mendustakan, menjauh, bahkan memeranginya. Lalu Allah Swt melembutkan hati kami dan memberi kami petunjuk sehingga kami mengikutinya. Kemudian Nabi Saw bersabda, ‘Engkau adalah pedang di antara pedang-pedang Allah yang Dia hunuskan kepada kaum musyrikin’.”
“Engkau telah jujur,” kata komandan Romawi itu. Lalu ia melanjutkan, “Wahai Khalid, beritahukanku, kepada hal apakah kalian mengajak kami?”
Khalid menjawab, “Kepada syahadat bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya serta membenarkan segala hal yang dibawanya dari sisi Allah Swt.”
Komandan Romawi itu mulai mendekati Khalid. Ia berkata, “Ajarkan aku Islam.”
Akhirnya Jurjah/George masuk Islam. Kemudian ia berwudhu dan shalat dua rakaat karena Allah. Hanya itu shalat yang sempat ia kerjakan. Tak berapa lama setelah itu, kedua pasukan kembali memulai peperangan. Jurjah, sang komandan Romawi itu, berperang mati-matian di barisan kaum muslimin untuk mengejar syahadah sampai akhirnya ia memperolehnya.
Perang berakhir dengan sangat hebat. Kaum muslimin di bawah komando Khalid bin Walid telah berhasil merebut kemenangan dari taring-taring Romawi dengan sangat mengagumkan.
Khalid menyerahkan kembali kepemimpinan kepada Amin al-Ummah, Abu Ubaidah ibnul Jarrah, setelah wafatnya Abu Bakar ash-Shiddiq dan naiknya Umar ibnul Khaththab sebagai Khalifah baru.
Khalid tetap menjadi seorang tentara yang jenius dan legendaris. Keikhlasannya tidak kurang dan semangatnya tak pernah melemah. Ia tak pernah kekurangan ide-ide hebat karena ia adalah pedang Allah dan seorang pejuang Islam sejati

Keinginan Khalid Mati Syahid Dalam Perang

Khalid begitu inginnya memperoleh syahid, tetapi kehendak Allah berbicara lain. Begitu banyak pertempuran dan medan juang yang diterjuninya, bahkan terkadang terkesan "nekad" demi untuk gugur sebagai syahid, tetapi tidak pernah menjadi kenyataan. Karena setiap pertempuran yang diikuti atau dipimpinnya, atas pertolongan Allah selalu berakhir kemenangan.

Mungkin ini tidak lepas dari gelar yang diberikan Rasulullah Saw kepadanya, Saifullah, Pedang Allah, yang dengannya Allah Swt meninggikan panji-panji Islam di seantero jazirah Arabia.



Wafatnya Khalid Bin Walid R.a (Panglima Perang Bergelar Pedang Allah)

Tibalah saat Khalid Bin Walid untuk istrirahat. Bumi tak pernah menyaksikan sosok sepertinya yang membuat seorang ‘musuh’ tak bisa tenang. Tibalah saatnya bagi tubuhnya yang letih untuk beristirahat. Dialah yang dijuluki oleh sahabat Nabi Muhammad Saw dan musuhnya sebagai ‘seseorang yang tidak pernah tidur dan tidak membiarkan orang lain tidur.’
Tapi baginya, andaikan disuruh memilih tentu ia akan memilih agar usianya dipanjangkan oleh Allah beberapa tahun lagi untuk meneruskan perjuangan menghancurkan benteng-benteng kekafiran dan kemusyrikan serta melanjutkan amal dan jihad di jalan Allah Swt.
Di saat ajal akan menjemput Khalid bin Walid, ia menangis dengan pilu. Adalah sebuah tragedi baginya ketika hidupnya berakhir di atas kasur sementara ia telah menghabiskan usianya di atas punggung kuda dan di bawah kilatan pedang untuk berperang bersama Rasulullah Saw.
Membungkam pelaku-pelaku kemurtadan dan meratakan singgasana Persia di Irak dan Romawi di Syam dengan tanah. Ia berkata, “Aku telah merasakan ini dan itu di medan perang dan seluruh bagian dari tubuhku terdapat bekas pukulan pedang, lemparan panah, atau tusukan tombak. Tapi sekarang aku akan mati di atas kasur seperti matinya seekor unta. Tidak akan pernah tidur mata orang-orang pengecut.”
Kemudian ia berkata lagi, “Aku telah mengejar kematian di tempatnya tapi aku tidak ditakdirkan untuk mati kecuali di atas kasurku. Tak ada satu amal pun yang lebih aku harapkan setelah kalimat lailaha illallah selain satu malam yang aku lalui dalam keadaan siaga sementara langit mengguyurkan hujannya sampai pagi. Kemudian pada pagi harinya kami melancarkan serangan terhadap kaum kafir.”
Khalid bin Walid sangat mencintai jihad fi sabilillah. Ia pernah berkata, “Aku tidak tahu dari hari yang mana aku hendak lari; apakah dari hari yang Allah berkehendak untuk menghadiahkan syahadah kepadaku ataukah dari hari yang Allah berkehendak untuk menghadiahkan kemuliaan kepadaku (dengan kemenangan yang gemilang)?”
Ketika Sahabat Nabi Muhammad Saw Abu Darda R.a datang menjenguknya di akhir-akhir kehidupannya, ia berwasiat kepada Abu Darda, “Sesungguhnya kuda dan senjataku sudah aku infakkan untuk digunakan demi jihad fi sabilillah, sementara rumahku di Madinah untuk disedekahkan dan aku sudah meminta Umar ibnul Khaththab sebagai saksinya. Dialah sebaik-baik penolong terhadap Islam dan aku sudah limpahkan wasiat dan pelaksanaannya kepada Umar.”
Ketika hal itu sampai kepada Umar ibnul Khaththab radhiallahu ‘anhu, ia berkata, “Semoga Allah Swt merahmati Abu Sulaiman. Apa yang di sisi Allah lebih baik baginya dari apa yang ada padanya. Ia telah wafat dalam keadaan bahagia dan hidup dalam keadaan terpuji. Akan tetapi aku lihat masa tidak akan berhenti.”
Sahabat Nabi Muhammad Saw Umar ibnul Khaththab yang saat itu menjabat sebagai seorang khalifah ikut mengantar jenazah Khalid Bin Walid ketempat terakhirnya. Ibu Khalid bin Walid mendendangkan beberapa bait syair yang berisi kelebihan-kelebihan Khalid. Ia berkata,
Engkau lebih baik dari sejuta kaum
Ketika para tokoh banyak tersalah
Pemberani? Engkau lebih berani dari singa
Laki-laki kuat mempertahankan diri dari anak-anak singa
Dermawan? Engkau lebih dermawan dari hujan yang mengguyur menggenangi lembah-lembah
Mendengar itu Sahabat Nabi Muhammad Saw Umar ibnul Khaththab berkata, “Demi Allah, engkau benar. Sesungguhnya ia memang demikian adanya.”
Demikianlah kisah Sahabat Nabi Muhammad Saw sang panglima perang muslim yang di takuti musuh - musuhnya dan memiliki gelar Sang Pedang Allah Yang Terhununs, semoga kisah ini dapat kita jadikan pelajarn untuk kita sebagai umat muslis yang mencintai Nabi Saw dan para sahabatnya.

Jika Artikel ini bermanfaat bantu vote like, +1, and share yah sahabat
Previous
Next Post »
Thanks for your comment