Hay
sahabat, dalam artikel kali ini kita akan membahas kisah salah satu Khulafaur
Rasyidin Sahabat Nabi Muhammad Saw yang juga masih sepupu beliau syapa lagi kalo
bukan Ali Bin Abi Thalib, ya Ali bin Abi Thalib Sahabat yang telah mengikuti
Nabi Saw semenjak ia masih kecil.
Sahabat Nabi Muhammad Saw Ali Bin Abi Thalib Tumbuh Dalam Didikan Nabi Saw
Ali
bin Abi Thalib yang merupakan salah seorang sahabat dan juga sepupu Nabi
Muhammad Saw, putra dari Abi Thalib bin Abdul Muthalib, paman yang telah
mengasuh Nabi Saw sejak usia delapan tahun hingga menikah dengan Khadijah R.a.
Abu
Thalib dan Khadijah R.a merupakan pembela utama bagi Rasulullah Saw pada masa
awal – awal beliau mendakwahkan Islam di Makkah, Walaupun Paman Nabi Saw
tersebut tetap tidak menerima Islam hingga Akhir Hayat nya.
Ali
Bin Abi Thalib Lahir 10 tahun sebelum Nabi Saw diutus oleh Allah Swt. Dan telah
di asuh oleh Nabi Saw sejak usia Ali 6 tahun, Sebagian riwayat mengatakan
setelah di utusnya Nabi Saw oleh Allah Swt Ali merupakan orang kedua yang masuk
islam Setelah Khadijah R.a, dan menjadi anak – anak pertama yang memeluk Islam
pada waktu itu, karena ketika Nabi Saw di utus Ali R.a masih sangat muda.
Sahabat Nabi Muhammad Saw ALi Bin Abi Thalib |
Ali
R.a tumbuh besar dalam didikan Akhlakul Karimah Nabi Saw dan bimbingan wahyu,
maka tidak heran jika watak dan karakter Ali R.a mirip dengan Nabi Saw, dan secara
keilmuan Ali R.a mengalahkan sebagian besar Para Sahabat Nabi Muhammad Saw yang lain. Bahkan Rasulullah Saw sendiri
pernah bersabda yang artinya “ Aku adalam Kotanya Ilmu dan Ali adalah pintunya.”
Keistimewaan
Ali R.a tidak hanya sampai disitu beliau juga di nikahkan dengan Anak
kesayangan Nabi Saw yaitu Fathimah Azzahra, yang pastinya itu merupakan
keistimewaan karena dapat menikah dengan Anak kesayangan seorang Nabi.
Jiwa Perjuangan dan Kepahlawanan Sahabat Nabi Muhammad Saw Ali Bin Abi Thalib
Salah
satu yang terkenal dari Ali Bin Abi Thalib adalah sifat ksatria dan
kepahlawanannya. Bersama pedang kesayangannya yang diberi nama Dzul Fiqar,
sebagian riwayat mengatakan pedangnya tersebut meliliki dua ujung yang lancip,
bersama pedang tersebut Ali R.a tidak pernah Absen mengikuti semua peperangan
untuk memperjuangkan Islam tanpa sedikit pun rasa kawatir dan takut.
Walaupun
Ali tidak memiliki postur tubuh yang kekar dan perkasa seperti Umar Bin Khatab R.a, tetapi setiap duel dan
pertempuran dengan pedangnya itu ia selalu memperoleh kemenanggan. Tidak berarti
dia tidak pernah terluka dan tidak terkena senjata musuh, hanya saja luka yang
dialaminya tidak membuat semangat Ali R.a menyurut.
Bahkan
Nabi Saw pun pernah memuji Ali dan berkata “ Tidak ada pedang (yang benar –
benar hebat) selain Dzul Fiqar dan tidak ada pemuda (yang benar – benar ksatria
dan gagah berani) selain Ali Bin Abi Thalib.”
Peran Ali R.a Pada Perang Badar
Ketika
Perang Badar terjadi Ali R.a menjadi salah satu pasukan yang turut andil dalam
peperangan tersebut, pada saat perang badar akan mulai, tiga penunggang kuda
handal dari kaum musyrikin Quraisy maju untuk menantang kaum muslimin berduel.
Mereka
dari satu keluarga, yaitu Utbah bin Rabi’ah, Syaibah bi Rabi’ah, dan Walid bin
Utbah, mendapat tantangan seperti itu kaum musliminpun tidak mau kalah tampilah
3 ksatria tangguh dari kaum muslimin yang berasal dari kaum anshar mereka
adalah : Auf bin Harits al Afra, Muawwids bin Harits al Afra, dan Abdullah bin
Rawahah. Tetapi tokoh Quraisy yang menantang mereka menolak ketiganya, dan
meminta orang terpandang dari golongan Quraisy juga yang maju.
Mendengar
hal itu Nabi Saw pun memerintahkan Ubaidah bin Harits, Hamzah (Paman Nabi Saw)
dan Ali bin Abi Thalib, Ali menghadapi Walid, sebagian riwayat mengatakan Ali
menghadapi Syaibah, walaupun ini merupakan pertempuran pertama untuk Ali R.a
namun Ali R.a dapat dengan mudah mengalahkan Walid yang jauh lebih
berpengalaman dan jauh lebih terlatih.
Peran Ali R.a Pada Perang Uhud
Peran
Ali R.a juga terlihat ketika perang Uhud, pada saat itu pemegang panji Islam,
Mushab umair menemui Syahidnya, Nabi Saw meminta Ali R.a untuk menggantikan
posisinya, dengan gagah Ali berlari, di tangan kiri beliau memegang Panji Islam
dan disebelah kanan memegang pedang Dzul Fiqar untuk menghadapi musuh –
musuhnya.
Tiba
– tiba saja datang tantangan untuk berduel dari pemegang panji Kaum Musyrikin,
dia adalha pahlawan kaum musrikin yang bernama Saad bin Abu Thalhah, karena Ali
R.a sedang mengurusi lawan – lawannya tantangan tersebut tidak di hiraukannya. Namun
dia semakin sesumbar dan terus menerus menantang mendengar hal itu Ali R.a
tidak dapat menahan dirinya lagi, setelah mengalahkan lawannya Ali R.a meloncat
untuk menghadapi orang yang sombong itu, Ali R.a berkata “Akulah yang akan
menghadapi-mu, wahai Saad bin Abi Thalhah, majulah kau wahai musuh Allah!”.
Akhirnya
mereka pun saling serang dengan pedangnya, di sela – sela dua pasukan yang
sedang bertempur, pada suatu kesempatan Ali R.a berhasil menebas kaki lawannya
hingga jatuh tersungkur dan ketika akan memberikan tebasan terakhir untuk
membunuhnya, Saad membuka auratnya dan Ali R.a pun berpaling dan pergi, tidak
jadi membunuhnya.
Ketika
salah seorang menanyakan alasan Ali R.a tidak membunuh Saad pada waktu
itu, Ali R.a berkata “ia membuka
auratnya, sehingga saya malu dan kasihan kepadanya”.
Usai
pertempuran Ali R.a dikerumuni orang – orang yang berusaha untuk mengobati luka
– lukanya, merasa kesulitan karena begitu banyak luka yang dialami oleh Ali R.a
dan ketika Nabi Saw menghampiri Ali R.a mereka berkata “wahai Rasulullah, kami
merasa kesulitan jika kami obati luka yang satu maka terbulah luka yang lainnya”.
Akhirnya
Nabi Saw ikut membantu membalut luka yang di alami oleh Ali R.a dan dengan
berkah tangan Nabi Saw yang penuh dengan muk’zijat luka – luka Ali dapat
terobati dengan mudah. Setelah mengobati luka Ali Nabi Saw pun bersabda “Sesungguhnya
seseorang yang mengalami semua ini karena membela agama Allah, sunguh telah
berjasa besar dan diampuni dosa – dosanya”.
Baca Juga :
- Masuk Islamnya Sahabat Nabi Muhammad Saw Umar Bin Khatab
- Kisah Sahabat Nabi Muhammad Saw Abu Bakar
- Kisah Sahabat Nabi Muhammad Sang Penghuni Langit
Peran Ali R.a Pada Perang Khandaq
Lalu
pada perang Khandaq, waktu itu ketika peperangan berlangsung ada sekelompok
kecil pasukan kaum Kafir berhasil melewati parit dan masuk kedalam kawasan kaum
muslimin, mereka adalah Amr bin Abdi Wudd, Ikrimah bin Abu Jahl dan dhirar bin
Khatthab. Melihat hal itu segera saja Ali R.a dan beberapa sahabat Nabi Muhammad Saw lainya berjaga dan mengepung mereka. Amr
bin Abdi Wudd yang merupakan jagoan dari Quraisy tersebut melontarkan tantangan
duel, mendengar hal itu segera Ali R.a menerima tantangannya tersebut.
Amr
bin Wudd sempat meremehkan Ali R.a karesa potur tubuh beliau yang lebih kecil
dari Amr, setelah amr turun dari kudanya ia segera memamerkan kekuatannya
dengan menampar kudanya sendiri hingga roboh, namun hal itu tidaklah membuat
Ali. Ra gentar, bahkan ketika pertempuran terjadi Ali R.a dapat dengan mudah
mengalahkan dan membunuhnya. Melihar Amr terbunuh oleh Ali sisa pasukan yang
melewati parit tadi lari terbirit – birit hingga masuk kedalam parit.
Peran Ali R.a Pada Perang Khaibar
Menjelang
Khaibar, Nabi Saw bersabda sambil memegang bendera komandonya, “ Sesungguhnya
besok aku akan memberikan bendera ini pada seseorang, yang Allah Swt akan memberikan
kemenangan dengan tangannya. Ia sangat mencintai Allah dan Rasulnya, Allah dan
Rasulnya pun mencintainya”. Mendengar hal itu para sahabat Nabi Muhammad Saw bertanya – tanya “siapakah orangnya?”.
Esok
harinya para sahabat berkumpul di sekeliling Rasulullah Saw dan sangat berharap
menjadi orang yang di tunjuk oleh Nabi Saw untuk memegang bendera komando itu,
Alasannya jelas yang diberikan bendera komando itu sudah pasti dicintai oelh
Allah dan Rasulnya. Derajad apalagi yang paling tinggi dari pada itu, dan itu
diucapkan langsung oleh Nabi Saw.
Pandangan
Rasulullah Saw berkeliling untuk mencara seseorang, para sahabat berusaha
menunjukan diri dengan harapan akan ditunjuk oleh beliau. Tetapi beliau tidak
menemukan orang yang dicarinya maka beliaupun berkata “Dimanakah Ali bin Abi
Thalib?”.
Salah
seorang sahabat menjawab “ Ali sedang mengeluhkan matanya yang sedang sakit”
kemudian Rasulullah Saw memerintahkan seorang sahabat untuk menjemputnya, dan
ketika Ali R.a telah sampai di hadapan Rasulullah Saw, beliau mengusah mata Ali
dengan ludah beliau dan mendoakannya, seketika itu pula mata Ali R.a sembuh. Lalu
Rasululullah Saw memberikan bendera komando tersebut kepada Ali R.a dan Ali pun
berkata “Wahai Rasulullah, aku akan memerangi mereka hingga mereka sama seperti
kita”.
Sebagian
riwayat menyebutkan, pemilihan Ali R.a sebagai pemegang komando, di karenakan 2
hari sebelum itu kaum muslimin gagal menembus benteng Na’im benteng terluar
dari Khaibar. Khaibar sendiri memiliki delapan lapis benteng pertahanan yang besar,
dan beberapa benteng kecil lainnya.
Ketika
peperangan sempat terjadi pertempuran yang dahsyat yang mengakibatkan perisai
dari kaum muslimin pecah, melihat hal itu Ali R.a berlari kedepan pasukan dan
menjebol pintu kota Khaibar dan digunakan untuk menahan serangan panah yang
bertubi – tubi. Dan menjadikan pintu itu sebagai tameng untuk terus menyerang
musuh, dengan kegigihannya ini lah akhirnya kaum muslimin mendapatkan
kemenangan.
Usai
peperangan, Abu Rafi dan tujuh orang sahabat
Nabi Muhammad Saw lainnya mencoba untuk membalik pintu tersebut, namun
mereka berdelapan tidak kuat untuk membaliknya, dari sini kita bisa lihat bagai
mana kekuatan Sahabat Ali R.a, dia sanggup mengangkat pintu yang bahkan tidak
dapat di angkat oleh delapan orang sahabat lainnya.
Pada
peperangan ini benteng khaibar berhasil di tundukan dan orang – orang yahudi
yang berniat ingin menghabisi kaum muslimin justru malah terusir dari jazirah
Arab.
Hampir
tidak ada peperangan yang tidak diikutinya, Ali Bin Abi Thalib selalu
menunjukan kepahlawanan dan jiwa ksatrianya dalam setiap pertempuran dengan
musuh – musuh nya, begitu pula dengan akhlak nya yang mulia sebagai hasil dari
didikan Nabi Saw.
Sampai
pernah di ceritakan pada suatu pertempuran, saat itu Ali R.a sudah hampir
membunuh musuhnya, tiba – tiba saja musuh itu meludahi wajahnya mendapat
perlakuan seperti ini Nampak kemarahan pada wajah Ali R.a, tetapi justru
meninggalkan dan membiarkannya hidup. Sebagian sahabat melihat kejadian itu
dengan heran mereka bertanya tentang sikapnya itu, kemudian Ali R.a menjawab “
ketika aku bertempur dan hendak akan membunuh, aku masih berjuang karena agama
Allah. Tetapi ketika dia meludahiku dan ada sedikit kemarahan dalam diriku, aku
takut membunuhnya itu karena nafsu kemarahanku yang muncul”.
Pancaran Ahlak Ali Bin Abi Thalib
Salah
satu bentuk didikan Nabi Saw yang jelas – jelas mencerminkan kepribadian beliau
pada diri Ali R.a adalah kesederhanaan nya. Beberapa orang sahabat Nabi Muhammad Saw sering melihat Ali R.a menangis pada
malam hari, sambil berbicara sendiri “ wahai dunia, apakah engkau hendak
menipuku? Jauh sekali … jauh sekali godalah orang lain selain aku, sesungguhnya
aku telah menceraikanmu dengan talak tiga. Umur mu pendek, majelis – majelis mu
sangat hina, kemuliaan dan kedudukanmu sangat sedikit dan tidak berarti. Alangkah
sengsaranya aku, bekal ku sedikit sedangkan perjalanan sangat jauh dan jalannya
sangat berbahaya”.
Itu
lah prinsip dari ahlak Ali Bin Abi Thalib, yang secara umum mewarnai jalan
kehidupannya, termasuk ketika ia menjabat sebagai seorang khalifah.
Sahabat Nabi Muhammad Saw Ali R.a Bekerja Pada Orang Yahudi
Suatu
hari Rasulullah Saw pergi mengunjungi kedua cucunya, Hasan dan Husain, tetapi
disana beliau hanya menjumpai putrinya Fathimah lalu beliau pun menanyakan
tentang keberadaan kedua cucu nya tersebut kepada Fathimah, dan Fathimah pun
menjawab kalau keduanya sedang mengikuti Ayahnya yang sedang bekerja menimba
air pada orang Yahudi karena pada hari itu memang tidak ada persediaan makanan
bagi mereka sekeluarga.
Mendengar
hal itu Rasulullah Saw kemudian pergi menemui Ali R.a di kebun orang Yahudi
tersebut. Ali bekerja di kebun tersebut dengan upah 1 butir kurma untuk 1 timba
air. Hasan dan Husain sendiri sedang beramain – main disuatu ruang, sementara
tangannya sedang memegang sisa kurma, melihat hal itu Rasulullah Saw pun
bertanya kepada Ali R.a “Wahai Ali, apakah tidak sebaiknya engkau bawa pulang
anak – anakmu sebelum terik matahari akan menyengat mereka?”
Ali
R.a menjawab “wahai Rasulullah, pagi ini kami tidak memiliki sesuatu pun untuk
dimakan, karena itu biarkanlah mereka disini hingga bisa mengumpulkan lebih
banyak kurma untuk Fathimah”.
Jawaban
itu membuat hati Rasulullah Saw iba dan akhirnya beliaupun ikut membantu Ali
menimba air hingga terkumpul sejumlah kurma untuk di bawa pulang.
Pengadilan Atas Kepemilikan Baju Besi
Ketika
menjadi Khalifah, Ali Bin Abi Thalib telah kehilangan baju besinya pada perang
jamal. Suatu ketika ia sedang berjalan – jalan di pasar, dan melihat baju
besinya ada pada seorang laki – laki yahudi. Melihat itu Ali R.a pun pergi
menghampiri Yahudi tersebut dan menuntuk kepemilikannya, namun si Yahudi tetap
mengatakan bahwa dialah pemiliknya.
Karena
tidak menemukan kesepakatan akhirnya Ali R.a mengajak Yahudi tersebut
kepengadilan untuk memperoleh keputusan yang adil. Yang menjadi Hakim saat itu
adalan sahabat nabi muhammad Saw yang
bernama Shuraih, seorang muslim. Ali R.a menyampaikan kepada hakim tuntutan
kepemilikan atas baju besi yang di bawa si Yahudi itu, ie menunjukan ciri –
cirinya, dan membawa 2 orang saksi, Hasan putranya sendiri dan hamba sahaya nya
yang bernama Qanbar.
Mendengar
penuturan Ali R.a yang tidak lain adalah seorang Amirul Mukminin, Shuraih
berkata dengan tegas, “Gantikan Hasan dengan orang lain untuk menjadi saksi,
dan kesaksian Qanbar saja tidak cukup” (karena pada saat itu anggota keluarga
memang tidak bisa di jadikan saksi).
Mendengar
perkataan seperti itu Ali R.a bertanya kepada hakim “apakah engkau menolak
kesaksian Hasan? Padahal Rasulullah Saw pernah bersabda Hasan dan Husain adalah
penghulu pemuda disurga?” “bukan begitu Ali,” Kata Shuraih, “engkau sendiri
yang berkata bahwa anggota keluarga tidak bisa di jadikan saksi”.
Karena
Ali R.a tidak dapat membawa saksi lain yang menguatkan kepemilikannya atas baju
besi itu, Shuraih memutuskan baju besi itu tetap milih si Yahudi, dan Ali pun
menerima keputusan tersebut dengan lapan dada.
Melihat
kejadian itu didepan matanya si Yahudi itu takjub. Dan akhirnya ia mengakui
sebenarnya baju besi tersebut ditemukannya di tengah jalan, mungkin terjatuh
dari unta milik Ali. Dan hal ini membuat hati Yahudi itu tersentuh dan
memutuskan untuk mengucapkan Syahadat, meyatakan dirinya memeluk Islam dan
mengembalikan baju besinya kepada Ali R.a.
Namun
karena keislamannya Ali R.a menghadiahkan baju besi tersebut kepada dia dan
menambahkan beberapa ratus dirham. Laki – laki ini akhirnya menjadi pelindung bagi
Ali, kemanapun Ali pergi dia selalu menyertainya sampai akhirnya dia mati
syahid pada perang Shiffin.
Engkau Bebas Karena Allah !!
Suatu
hari Ali memanggil salah seorang hamba sahayanya, namun tidak ada yang menjawab
panggilannya tersebut, kemudian Ali R.a mengulanginya hingga beberapa kali
namun bellum juga ada yang menjawab dan datang memenuhi panggilannya.
Hal
ini memaksa Ali untuk pergi mencari hamba sahayanya itu, yang ternyata dia
berada tidak jauh dari tempat Ali. Dengan heran Ali R.a berkata “Tidakkah
engkau mendengar panggilanku wahai Gulam?”, dengan santai dia menjawab “ya saya
mendengarnya!!” “lalu mengapa engkau tidak membuhi panggilanku ??” Tanya Ali.
Jawaban
budak itu sungguh mengejutkan, budak itu berkata, “saya sangat mengenalmu, dan
saya merasa tidak akan di hukum, karena itu saya mengabaikan panggilan itu”.
Bagi Ali, seorang budak dimaksudkan untuk mempermudah kehidupan, khususnya
untuk merambah jalan akhirat, namun jika sikapnya seperti ini justru akan mengotori
hati saja. Kemudian Ali R.a berkata “engkau bebas karena Allah, engkau aku
merdekakan!!”
Ali dijalan Zakaria dan Fatimah Di Jalan Maryam
Suatu
ketika Ali bertanya kepada istrinya, “wahai Fatimah, ada makanan untuk ku makan
hari ini ?”, Fatimah menjawab “ tidak ada, aku berpagi hari dalam keadaan tidak
ada makanan untukmu, begitu juga untukku dan kedua anak kita”, “ tidakkah
engkau menyuruhku untuk mencari makanan” Tanya Ali, “Aku malu kepada Allah
untuk meminta kepadamu yang engkau sendiri tidak memilikinya”.
Setelah
bercakap dengan Fatimah kemudian Ali keluar dari rumah, ia yakin dan percaya
kepada Allah yang telah menjamin rezekinya, dia pun meminjam uang satu dinar
kepada sahabat Nabi Muhammad Saw yang
lain untuk membeli makanan untuk keluarganya.
Namun
belum sempat ia membelanjakan uang satu dinar tersebut, ia melihat sahabat Nabi Muhammad Saw yang lain
bernama Miqdad al Aswad, sedang berjalan sendirian di padang pasir yang panas.
Ali pun menghampirinya dan berkata “Wahai Miqdad, apa yang membuatmu gelisah
seperti ini ?”.
Miqdad
pun berkata “ Wahai Abu Hasan, janganlah mengganggu aku, janganlah menanyakan
kepadaku sesuatu yang di belakangku (peristiwa yang membuat dia gelisah)”. Lalu
Ali berkata kembali “wahai Miqdad, tidak seharusnya engkau menyembunyikan
keadaan mu dari aku!!”.
“Baiklah
jika engkau memang memaksa, demi Dzat yang memuliakan Muhammad dengan kenabian,
tidak ada yang menggelisahkan aku dalam perjalanan ini, kecuali karena aku
meninggalkan keluargaku dalam keadaan kelaparan. Ketika aku mendengar tangisan
mereka, bumi serasa tidak mampu memikulku, aku pergi dengan tidak mempunyai
muka (sangat Malu)!!” Jawab Miqdad.
Mendengar
penjelasan dari Miqdad Ali R.a pun menangis hingga membasahi jenggotnya, dan
dengan terbata – bata dia berkata “Aku bersumpah dengan Dzat yang engkau
bersumpah dengannya, tidaklah menggelisahkanku kecuali seperti yang
menggelisahkan engkau juga, untuk itu aku telah meminjam satu dinar, ini
untukmu saja, ambillah !! aku dahulukan engkau dari diriku sendiri!!”.
Miqdad
menerima uang itu dengan gembira dan Ali berlalu pergi kemasjid untuk shalat
duhur karena waktunya sudah hampir menjelang. Ia tetap tinggal di masjid hingga
shalat Ashar dan magrib. Usai shalat magrib tiba – tiba Nabi Saw menghampirinya
dan berkata, “wahai abu Hasan, apakah engkau punya makanan untuk kita makan mala
mini??”
Ali
tersebtak Kaget mendengar pertanyaan tersebut, ia pun tidak dapat berkata apa –
apa karena malu kepada Nabi Saw. Karena Ali diam saja Nabi Saw pun berkata lagi
“Jika kamu berkata tidak maka aku akan pergi, jika engkau berkata iya maka aku
akan pergi bersamamu!!” “Baiklah, ya Rasulullah, marilah kerumah saya!!” jawab
Ali.
Mereka
berjalan beriringan kerumah Ali, dan Fatimah langsung menyambut mereka
mengetahui kedatangan Rasulullah Saw,
dan mengucap salam, beliau menjawab salam putri tercintanya itu sambil mengusap
kepalanya. Kemudain berkata “bagaimana engkau mala mini ? sudah siapkah makan
malam untuk kita ? semoga Allah mengampunimu dan dia telah melakukannya!!”
Setelah
mereka masuk kedalam Fatimah mengambil mangkuk besar berisi makanan, yang
beberapa waktu lalu tiba – tiba saja telah berada dirumahnya tanpa tahu siapa
yang membawakannya. Ali mencium Aroma makanan yang sangat lezat, yang belum
pernah rasanya ia menemukan makanan seperti itu. Ia memandang tajam kepada
istrinya, sebuah pertanyaan dan kemarahan bercampur dalam pandangannya itu. Kemudian
Fatimah berkata “Subhanallah, alangkah tajamnya pandanganmu!! Apakah aku telah
berbuat kesalahan sehingga engkau tampak begitu murka?”
Ali
berkata “Apakah ada dosa yang lebih besar dari pada yang telah engkau perbuat
hari ini? Tadi pada saat aku menjumpaimu dan engkau bersumpah tidak ada makanan
apapun, bahkan sudah dua hari lamanya!!” Fatimah melihat kelangit dan berkata “Tuhanku
Maha Tahu, bahwa aku tidak akan berkata kecuali adalah kebenaran!!”
Nabi
Saw tersenyum melihat pertengkaran kecil tersebut. Sambil meletakan tangan di
pundak Ali dan mengguncang – guncangkannya, beliau berkata “Wahai Ali, inilah
pahala dinarmu, inilah balasan dinarmu, Allah memberik rezeki kepada siapa saja
yang di kehendakinya.”
Sesaat
kemudian Nabi Saw menangis penuh haru, dan bersabda “ Segala puji bagi Allah,
Dzat yang telah mengeluarkan kalian berdua di dunia ini, yang telah
memperjalankan engkau, wahai Ali di jalan Nabi Zakari, dan memperjalankan
engkau wahai Fatimah di jalan Maryan (Ibu Nabi Isa As)!!”
Demikianlah kisah Sahabat Nabi Muhammad Saw Ali Bin Abi Thalib, semoga kisah ini dapat menjadi pelajaran untuk kita agar dapat menjalani kehidupan yang jauh lebih baik sesuai tuntunan Nabi Saw.
Dan semoga dengan membaca kisah ini akan meningkatkan kecintaan kita kepada pada Sahabat Nabi Muhammad Saw terlebih lagi kecintaan kepada Allah dan Rasulnya.
Jika Artikel ini bermanfaat tolong bantu like, +1 dan share yah sahabat, terima kasih telah berkunjung ke Blog ini sampai jumpah di kisah sahabat Nabi Muhammad Saw yang lainnya
BERLANGGANAN ARTIKEL BLOG INI
ConversionConversion EmoticonEmoticon